Istilah positivisme paling tidak mengacu pada teori pengetahuan (epistemologi) dan pada teori tentang perkembangan sejarah (akal budi) manusia. Sebagai teori tentang perkembangan sejarah manusai, istilah postivisme identik dengan tesis Comte sendiri mengenai tahap-tahap perkembangan aka budi manusia, yang secara linier bergerak dalam urut-urutan yang tidak terputus. Perkembangan itu bermula dari tahap mistis atau teologis ke tahap metafisis, dan berakhir pada tahapan yang paling tinggi, yakni tahap positif.
Sebagai toeri pengetahuan, istilah positivisme biasanya didefinisikan sebagai salah satu paham dalam filsafat barat yang hanya mengakui(dan membatasi) pengetahuan yangbenar kepada fakta-fakta positif, dan fakta-fakta tersebut harus didekati dengan menggunakan metode ilmu pengetahuan, yakni eksperimentasi, observasi, dan komparasi. Fakta positif adalah fakta yang sungguh0sungguh nyata, pasti, berguna, jelas, dan yang langsung dapat diamati dan dibenarkan oleh setiap orang yang mempunyai kesempatan sama untuk mengamati dn menilainya. Oleh Comte, fakta serupa itu dilawan secarategas dengan kejadian yang bersifat khayal, meragukan, ilusi dan kabur. Setiap bentuk pengetahuan yang tidak mendasarkan pada (atau, melampaui) fakta-fakta positif, dan mendekatinya tidak dengan menggunakan metode ilmu pengetahuan, tidak bisa lain daripada fantasi atau spekulasi liar. Jenis pengetahuan yang terakhir ini, yang menurut Comte terdiri adri teologi dan metafisika, lambat tapi pasti akan tersingkir dan digantikan oleh ilmu pengetahuan positif.
Tahap perkembangan Akal Budi Manusia (Tahap teologis)
Tahap ini merupakan tahap paling awal dari perkembangan akal manusai. Pada tahap ini manusia berusaha menerangkan segenap fakta kejadian dalam kaitannya dengan teka-teki alam yang dianggapnya berupa misteri. Segala-galanya. Termasuk manusai itu sendiri.diterangkan dalam hubungannya dengan kekuatan-kekuatan yang sifatnya misteris. Manusia tidak menghayati dirinya sebagai makhluk luhur dan rasional, yang posisinya di dalam alam berada di atas makhluk-makhluk lain. Sebaliknya, ia menghayati dirinya sebagai bagian dari keseluruhan alam, yang selalu diliputi oleh rahasia yang tak terpecahkan oleh pikirannya yang sederhana. Tahap perkembangan ini bisa kita jumpai, misalnya pada manusia-manusia purba. Alam semesta, oleh mereka dimengerti sebagai keseluruhan yang integral dan terdiri dari makhluk-makhluk yang mempunyai kedudukan yang kurang lebih setara dengan mereka. Dan seperti diri mereka sendiri, keseluruhan itu dihayati sebagai sesuatu yang hidup, berjiwa, berkemauan, dan bertindak sendiri.
Dalam tahap teologis ini, terdapat beberapa bentuk atau cara berpikir, bentuk yang pertama adalah fetiyisme dan animisme. Dalam kedua bentuk berpikir ini, kita bisa menyaksikan bagaimana manusia menghayati alam semesta dlam individualitas dan partikularitasnya.
Kemudian, terdapat cara berpikir lain yang lebih maju, yang sduah mulai menyatukan dan mengelompokkan semua benda dan kejadian kedalam konsep yang lebih umum. Pengelompokan itu didasarkan pada kesamaan-kesamaan di antara mereka. Ini merupakan caraberpikir politisme. Cara berpikir ini lebih maju daripada cara berpikir yang pertama, karena sudah tampak adanya sejenis klasifikasi atas dasar kesamaan dan kemiripan. Individualitas dan partikularitas benda atau kejadian diganti oleh kelas-kelas benda atau kejadian, dan kemudian diekspresikan dalam bentuk konsep-konsep umum dan abstrak.
Daftar Pustaka
Mill, John Stuart, 1961, Auguste Comte and Positivism, Mischigan: The University of Michigan Press.
Leave a Reply